UNTUK ODI YANG MEMBENCIKU
Di daratan ini, setidaknya ada satu rumah untuk di setiap
dua puluh pohon rimbun yang menjulang, sehingga kalau dilihat dari ketinggian
dua ribu kaki dari permukaan laut, kesannya tempat ini cocok untuk orang yang
ingin menyepi dari peradaban yang hingar bingar.
Kondisi alam yang seperti ini mungkin ikut
mempengaruhi perilaku ribuan kucing di dalamnya yang lahir dari hasil kawin
mawin yang sungguh liar dan pastinya tidak terkontrol, sebagian besar tak pernah
bertuan apalagi mendapatkan vaksin. Mereka berumur pendek karena serangan virus
dan cacing atau menyerah pada keadaan lalu mati karena kelaparan. Satu saja
pesan yang disampaikan leluhur kucing di daratan ini kepada anak cucunya lewat
DNA, bahwa mereka dilahirkan bukan untuk dipelihara, bukan untuk bertuan, tapi
untuk berburu, mengendus dan mengais. Mereka tidak boleh semanja kucing-kucing
yang beradab di daratan lain, ada banyak yang mereka harus takhlukkan kalau
tidak ingin mati konyol.
Seperti cerita Odi, anak kucing betina berwarna abu yang
lahir bersama enam saudaranya yang lain di sebuah gedung. Sebelum berusia satu
bulan induknya sudah memindahkan mereka ke sudut-sudut yang berbeda jika dia
merasa terancam di satu tempat, tapi areanya masih di dalam gedung itu. Sedari lahir,
bayi-bayi kucing itu sudah diajari cara menyingkir untuk mencari keamanan
karena dunia ini penuh dengan ancaman. Odi tidak mengenal siapa-siapa dan tidak
percaya siapapun kecuali induk dan keenam saudaranya.
Suatu hari dia menyusur sisi gedung dengan suara
yang melengking-lengking seperti memanggil dan mencari kawanannya. Benar saja,
induknya dan saudara-saudaranya telah meninggalkannya. Alam telah mengajari Odi
untuk tidak percaya siapapun termasuk ibu dan saudara-saudaranya yang
mencampakkannya begitu saja.
Namun karena lapar dia mendekati orang-orang yang
lalu lalang di gedung itu atau mengais-ngais sampah yang berbau makanan. Kalau
sudah kenyang dia akan bersembunyi karena ibunya sudah menanamkan insting kalau
dunia ini penuh dengan ancaman dan dia harus berhati-hati.
Seseorang memasukkan Odi ke dalam goodie bag,
seseorang yang iba melihatnya sebatang kara namun bagi Odi ini adalah pertanda
bahaya. Odi merontah-rontah mencari celah untuk meloloskan diri saat mendengar
deru mesin kendaraan yang membawanya pergi seolah mesin itu sedang merajam
tubuhnya. Dia berhasil lolos tapi tuan barunya tidak menyerah, dia memungut odi,
kali ini goodie bag harus diikat erat-erat agar Odi tidak melompat keluar. Sepuluh
menit seperti neraka untuk Odi hingga mesin kendaraan itu dimatikan dan
berhenti di satu tempat.
Si Tuan menghela napas, andai saja mahluk kecil ini
percaya pada maksud baik dia tidak akan ketakutakan dan menderita. Ketika goodie
bag dibuka Odie keluar mengeluarkan suara desis, semburan dan geraman panjang
seolah berkata jika kau menyakitiku aku akan balik menyakitimu. Si Tuan dengan
hati-hati mengusap kepala Odi dan saat itulah Odi mencakar jari-jari tuannya
untuk pertama kalinya. Tuannya memaafkan Odi dan masih tidak menyerah untuk
menjinakkannya.
Siapa kucing yang berwarna sama dengan Ibu itu?
Bulu-bulunya sangat bersih dan dia kelihatan sangat tenang, tidak penuh amarah
sepertiku. Pikir Odi ketika Oyen mendekati mangkuk makanan yang disiapkan
tuannya. Dengan hati-hati Odi mendekat. Oyen tidak kaget atau merasa terancam
atas kehadiran Odi. Dia membiarkan Odi mendekat lalu makan bersamanya.
Apakah dia ibuku? Odi bertanya-tanya. Dia berbaring
di dekat Oyen ketika Oyen terlelap dan mengendus-endus perut kawan barunya
mencari puting susu tapi tidak menemukan satu tonjolanpun. Oyen adalah kucing
jantan. Odi harus paham itu. Kehadiran Oyen sangat berpengaruh pada situasi
hati Odi dan perlahan dia mulai menerima tuannya karena melihat Oyen yang
begitu percaya pada si tuan.
Perlahan raut Odi berubah ceria,bulu-bulunya mulai
memanjang dan berkilau. Tapi tubuhnya tidak selentur tubuh Oyen yang jinak,
masih tegang dan siaga pada bahaya yang dicurigainya. Suatu hari untuk pertama
kalinya tuannya memandikannya dengan hati-hati. Saat bulunya akan dikeringkan
dengan hairdryer Odi membabi buta, mencakar menggigit lalu berlari lenyap
selama setengah hari. Sekarang tuannya paham kalau Odi takut pada suara getaran
mesin.
Ada seekor kucing buas berwarna hitam putih yang
rutin mengitari kompleks untuk melukai kucing jantan lain yang dia pikir akan
menjadi saingannya. Oyen sudah diserang berkali-kali olehnya dan sepertinya
malam itu dia ingin menyerang Oyen lagi. Dia mengendus mendekati Oyen yang
sedang ketakutan. Odi mencium aroma sesama kucing liar dari radius yang cukup
jauh dan entah bagaimana juga bisa mengendus bau hormon kucing buas yang sepertinya
ingin menerkam. Insting Odi berkata Oyen dalam bahaya. Amarahnya tak
terbendung, dia lupa kalau kucing hitam putih itu berurukuran sepuluh kali
lipat dari tubuhnya. Dia menyerang pendatang asing itu dengan ganas dan tentu
saja dia kalah.
Dia terjungkar, sejurus kemudian menyadari kalau di
ketiaknya ada luka yang cukup lebar. Darahnya mengucur. Dia masih merusaha merontah
ketika tuannya mengangkatnya lalu mengoles cairan yang membuat lukanya semakin
perih tapi dia terlalu lemah untuk melakukannya. Manusia ini jahat sekali,
entah kapan dia akan membunuhku. Pikir Odi yang meraung-raung menahan sakit karena
cairan itu. Tuannya meletakkan makanan dan air di dekat pembaringannya. Odi
menunggu tuan jahat itu pergi lalu dia mulai makan. Keesokan harinya si tuan
jahat mengoles cairan yang sama ke luka Odi dan lagi-lagi lukanya terasa sangat
perih. Cukup. Pikir Odi. Setelah aku kuat aku akan pergi dari sini. Keesokan
harinya, sebuah kendaraan besar terparkir di depan kediaman tuannya. Mesinnya
menyala. Odi gelisah dan merasa tubuhnya sudah dirajam mendengar derum
kendaraan itu. Mungkin sebentar lagi aku akan dibunuh si tuan jahat, pikir Odi.
Odi merangkak diam-diam dan kabur dari rumah tuannya saat luka lebar di bawah
ketiaknya belum kering. Sialnya di persimpangan jalan dia bertemu dengan si
buas hitam putih. Lagi-lagi ada pertempuran dan lagi-lagi ada darah yang
mengucur. Odi menyeret tubuhnya bersusah payah melalui celah seng yang memagari
sebuah bangunan kosong. Celah itu sangatlah kecil sehingga lukanya tergilas
kerikil di bawah seng.
Di bangunan itu ada kucing liar lain yang tidak buas
seperti si hitam putih tapi juga tidak peduli pada Odi. Sambil menahan sakit
yang luar biasa Odi mencari sudut yang aman. Tidak ada si tuan jahat dan si hitam
putih, aku aman. Pikir Odi. Saat tertidur dia memimpikan sahabatnya Oyen dan si
tuan jahat yang sering memberinya makan. Dia teringat si tuan jahat dan
makanannya. Mengapa aku merindukan dia juga?
Beberapa hari berlalu, Odi seringkali menahan lapar.
Dia sesekali mencuri remah bangkai hasil buruan kucing lain untuk bertahan
hidup. Lukanya berubah menjadi borok dan mulai ditumbuhi jamur. Kemarin dia
berpapasan dengan kucing bermata satu dan sekarang matanya juga bernanah
diserang virus.
Sekonyong dia mendengar suara tuan jahat yang
memanggilnya. Odi teringat celah seng yang membawanya ke gedung ini. Tanpa
pikir Odi menyesap ke celah itu dan lukanya kembali tergilas kerikil. Dia
mengeluarkan suara memberi pertanda pada si tuan jahat yang mungkin membawa
makanan. Si tuan menaruh makanan dengan hati-hati karena Odi mendesis ketakutan
diikuti auman panjang yang menyedihkan. Aku tetap saja menjadi orang asing
baginya, dia tidak percaya padaku, si tuan bergumam sedih. Dia melihat borok
disekujur tubuh Odi dan matanya yang hampir mengatup karena serangan virus, dia
ingin merawat Odi lagi tapi apa dia tidak berdaya apa-apa. Odi tidak percaya
padanya.
Setelah kenyang Odi harus melewati celah itu lagi,
kalau tidak si tuan jahat dan si hitam putih akan melihatnya. Tapi lukanya juga
akan tergilas lagi. Borok di tubuhnya semakin parah, dan matanya juga semakin
meradang. Selama berhari-hari dia berusaha melewati celah untuk memakan makanan
yang ditaruh si tuan jahat sekaligus melihat sekilas si tuan yang berdiri
mengamatinya dari jarak tertentu. Celah kecil itu sangat menyiksa bagi Odi
tetapi dia juga kelaparan. Suatu malam saat tubunya semakin lemah dia mulai berpikir
jangan-jangan tuan jahat itu sebenarnya tidak jahat. Kalau benar, berarti aku telah
membuatnya sedih dan aku tidak ingin membuatnya lebih sedih lagi. Dengan
tertatih Odi mencari tempat aman untuk berbaring. Sebuah firasat menghampirinya
secara tiba-tiba. Firasat yang sama yang terjadi pada kucing yang sekarat.
Mereka harus bersembunyi agar tubuhnya tidak dimangsa hewan lain dan di tempat
persembunyian itu mereka dengan tenang menunggu saat-saat terakhir……Malam hari
di gedung kosong, satu jantung kucing dari belasan kucing yang ada di sana
berhenti berdetak di sebuah pojok yang tersembunyi dan tak seekorpun dari
kucing-kucing itu yang menyadarinya.
Pagi hari si tuan jahat menghampir celah
memanggil-manggil nama Odi namun Odi tidak muncul juga. Apa yang terjadi
padanya? Biasanya dia datang dan makan dengan lahap. Kalau dia tidak makan dia
tidak akan bertahan hidup dengan luka borok seperti itu. Pikir si tuan.
Firasatnya berkata mungkin pertahanan Odi sudah habis. Si tuan tetap meletakkan
makanan ke di celah itu lalu pergi. Dia tahu besok dia tidak perlu repot-repot
mendatangi celah itu lagi, sia-sia saja. Odi, seandainya kau percaya padaku.
Gumamnya lalu sedikit menengadah ke langit.
Tuhan, jika aku adalah Odi dan Aku adalah Engkau,
sekarang aku mengerti perasaan-Mu karena terkadang kepercayaanku juga goyah.