''Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat'


Pernah membaca buku dengan judul asli, "The Subtle Art of Not Giving A F*ck"? setelah diterjemahkan ke bahasa indonesia judulnya menjadi, "Sebuah seni untuk bersikap bodo' amat". Judulnya yang sangat nyeleneh dan judul-judul babnya yang provokatif membuat buku ini masuk dalam daftar terlaris versi New York Times, Globe and Mail, serta Gramedia 😍. Judul bab pertamanya adalah : Jangan Berusaha dan bab terakhir : Pada akhirnya anda akan mati.
What?! jadi pada intinya buku ini akan mengajarkan kita hidup santai tanpa derita dan toh pada akhirnya kita akan mati? Apa iya buku ini kontradiktif terhadap buku 7 Habbits yang terkenal itu (pada masanya)?
Baiklah,
Sebelum membahas isi buku ini saya ingin sedikit bercerita kalau pada tahun 2016 muncul rasa curiga kalau saya mengalami Anxiety Disorder (gangguan kecemasan berlebih) . Ada kejadian yang melatar belakangi itu tapi saya tidak ke pskiatri karena tidak punya uang dari luar terlihat baik-baik saja, orang-orang akan heran kalau saya tiba-tiba minta dibawa ke psikiatri. Keadaan berubah kalau saya sendirian di kamar. Saya yang tadi terlihat baik-baik saja menjadi cemas dan depresi. Tamat! Sudah Tamat! Umurmu segini dan tamat! Pikir saya. Belum lagi kalau melihat media sosial menyaksikan orang-orang yang berpose dengan segala kemahasempurnaan materinya. Anxiety Disorder saya makin parah karena bukannya menjadikan itu motivasi saya malah mengutuki diri sendiri dan jujur saja saya pernah berpikir untuk bunuh diri daripada menjadi beban untuk keluarga saya. Tahun berganti tahun dan ternyata semesta tidak melempar saya dalam kesengsaraan yang lebih parah daripada keadaan saya di tahun 2016. Belum Tamat Koq. Lalu segala jenis depresi dan kekuatiran saya waktu itu? Yups...Sia-sia belaka. 
Tweeted saya tahun 2017 tentang anxiety disorder
 
Sejak itu saya banyak membaca artikel-artikel pemulihan jiwa dari themindsjournal yang kebetulan sering membahas tentang anxiety disorder, tapi terapi anxiety saya rasanya sempurna setelah membaca buku ini. Bagaimanapun anxiety disorder meninggalkan trauma, dan tak ada yang bertanggunjawab untuk memulihkan trauma itu selain diri kita sendiri (Psikiater yang bertarif jutaanpun akan berkata seperti ini ke pasiennya sebelum diberi obat penenang, jadi saran saya berteman dengan google sajalah biar irit)
Mungkin di luar sana banyak orang  yang mengalami anxiety disorder tanpa mereka sadari . Semoga ulasan ini bisa sedikit membantu mereka.
Baiklah, Yuk kita langsung kulik bukunya Bab per Bab.
1. Berhenti Berusaha
Bukannya yang sering kita dengar adalah terus berusaha! jangan berhenti! wujudkan mimpimu!! kau istimewah dan kau bisa?!!
Jawabannya ada di halaman 12, katanya, "Pernah kan anda memperhatikan bahwa kadang ketika anda kurang memedulikan sesuatu, anda justru mengerjakan hal tersebut dengan baik? Pernah kan memerhatikan seringkali orang yang hanya iseng melakukan sesuatu malah sukses pada akhirnya? Pernah kan memperhatikan bagaimana kadang ketika anda terlau fokus pada sesuatu semuanya justru berantakan?"
Benar sekaleee. Teringat sebuah pesan spiritual yang disampaikan seorang Biksu seperti ini, "Kerja keras untuk sukses tidak akan membawa kebahagiaan. Bekerja dengan kebahagiaanlah yang akan membawa kita pada kesuksesan."
Dari situ saya bisa menarik kesimpulan, bahwa jika kita memulai sesatu dengan senang hati, tanpa peduli target, tanpa peduli nantinya berhasil atau tidak saat itulah kawatir dan cemas keluar dari dalam diri dan tak menyita energi kita. Energi kita akan 100% tercurah ke susuatu yang kita kerjakan dengan senang hati. Menuntut diri untuk suatu target atau mengharuskan diri untuk berhasil pada akhirnya akan menyakiti diri sendiri. So jangan berusaha mencapai target, kerjakan dengan senang hati. Siapa tahu bisa melebihi target. 
Jangan berusaha yang kedua adalah jangan berusaha lari dari kenyataan. Bodo amat bukan berarti kita acuh dan menyangkal keadaan negatif di sekeliling kita (yang perlu kita perhatikan) tapi menyelesaikan keadaan negatif tersebut. Bodo amat rintangannya seperti apa. Bodo amat berarti kita tidak gentar akan resikonya.
Di halaman 24 Mark Manson menulis, "Karena begitu anda nyaman dengan semua tai yang dilemparkan kehidupan pada Anda (percayalah, akan sangat banyak), anda akan tak terkalahkan pada level spiritual yang paling dasar."
2. Kebahagiaan Itu Masalah
Saya pernah mendengar pendeta perempuan nan cantik, dari dialeknya sih sepertinya Wong Suroboyo. Badannya langsing tapi suaranya melengking menunjuk2 seolah memaki-maki umatnya. Sebuah gesture paradoksal pada apa yang dibawakannya. Pendeta cantik itu berkata, jika bukan karena dosa Hawa dan Adam kita anak cucunya akan lepas dari kutuk penderitaan dan hidup dalam kebahagiaan yang tanpa masalah dan derita. Bertahun-tahun sebelum mendengar khotba ini, saya pernah membaca satu rubrik di kompas yang mengatakan betapa tidak serunya hidup tanpa masalah. Dan beberapa hari setelah mendengar khotba pendeta cantik tersebut saya menemukan hal serupa dalam buku ini. Intinya saya tidak setuju dengan pendeta tersebut karena hidup akan membosankan tanpa masalah.
Mark Berkata, "Kebahagiaan sejati akan terwujud hanya jika ketika Anda menemukan masalah, Anda menikmatinya, dan menikmati proses pemecahannya"
Dua paragraf berikutnya Mark menuliskan,
"Apapun masalah anda, konsepnya sama : selesaikan masalah lalu berbahagialah. Sayangnya, bagi banyak orang rasanya hidup tidak sesederhana itu. Itu karena mereka menjalani hidup paling tidak dengan dua cara : penyangkalan dan mentalitas korban."
Tiga halaman selanjutnya, "Karena kebahagiaan membutuhkan perjuangan. Kebahagiaan tumbuh dari masalah"
Sudah jelaskan? So, janganlah lari dari masalah dan dengan alasan iman kita berkata suatu hari kebahagiaan akan datang dengan sendirinya, no...justru kebahagiaan itu terletak pada cara kita memecahkan masalah.
3. Anda Tidak Istimewa
Kalau kita semua istimewa maka dunia akan penuh dengan orang-orang seperti Bill Gates dan Mark Zuckerberg, kan? Begini, cara meningkatkan penghargaan diri dan memicu manusia untuk selalu berpikiran postif dan percaya bahwa diri mereka sangat hebat mulai ngetrend pada awal tahun 60-an sampai sekarang. Dalam bukunya Mark menceritakan seorang penipu bernama Jimmy yang merupakan produk dari buku-buku ini. Buku ini berhasil membuat Jimmy menjadi laki-laki dengan gaya bicara yang meyakinkan menjual ide bisnis orang lain yang bukan miliknya. Selama bertahun-tahun Jimmy menipu korbannya karena yakin dirinya hebat dan 'masalah' yang timbul dari perbuatannya bukanlah masalah. Itu yang tertanam dalam pikiran bahkan di dalam alam bawa sadar Jimmy. Jimmy menjadi pribadi yang menggampangkan segala hal. Kalau disimpulkan meyakinkan diri bahwa kita hebat, kita istimewa akan menimbulkan perilaku narsistik akut.
Dulu waktu pindah ke SMA kedua di Kota Makassar, saya punya dua teman sebut saja Merry dan Eliza. Saya butuh penyesuaian dengan sekolah baru jadi saya memilih jadi pendiam dan lebih senang mendengarkan Merry dan Eliza ngobrol. Tahun ajaran baru Merry sudah membicarakan Universitas, tidak tanggung-tanggung  Merry bercita-cita kuliah di Belanda karena senior yang baru lulus ada beberapa yang ke luar negeri kebanyakan ke Aussie. Eliza langsung tertawa kecut, "target gak usah tinggi2 amat!" Merry yang agak temperamen langsung menyangkal sambil menyebutkan satu kutipan motivasi sukses. Waktu berlalu, saya tidak tahu Merry kuliah dimana, dengar-dengar dia keluar masuk universitas 'domestik' kesimpulannya Merry masih terus saja menyakiti diri sendiri dengan targetnya. Sedangkan Eliza kuliah di universitas swasta di Kota Makassar, lulus, jadi ibu rumah tangga dan menjadi pengusaha kuliner sukses. Eliza menjalani itu dengan senang hati dan menikmati laba demi laba besar atau kecil. Dua teman saya ini bisa jadi sampel orang yang menganggap dirinya istimewa dan orang yang menganggap dirinya biasa saja dengan impian sederhana tapi terus menghidupi impian sederhana itu dan menikmati prosesnya.
Tidak ada salahnya sih bermimpi kuliah di Belanda, bagus malah. Yang salah dimana? Karena Merry dari awal tanpa sadar sudah membebani dirinya sendiri, "Mer, kamu bisa, kamu istimewah. Kuliah di Belanda itu bukan sesuatu yang tidak mungkin! Kamu kan cerdas, kamu pasti bisa!" Merry dari awal sudah pongah di depan masalah (Kuliah ke Belanda)
Beda halnya kalau Merry rendah hati di depan masalah, "Aku mau kuliah di Belanda, aku mau berusaha, Siapa tahu berhasil!" kalau begini, lolos seleksi administrasipun Merry pasti akan senang, lulus IELTS skor 6 Merry pasti tambah senang, kalau misalanya jadi kuliah ke Belanda waaaaah banget!! Penelitian sudah menunjukkan loh, bahwa tendensi orang-orang sukses adalah orang-orang yang mensyukuri hal-hal kecil dan sederhana yang terjadi dalam hidupnya. Mungkin dari rasa syukur itulah semesta jatuh cinta lalu mengirimkan berkat-berkat selanjutnya.
4. Nilai Sebuah Penderitaan 
Penderitaaan itu berbuah. Baik atau tidak, sangat tergantung pada "nilai" atau standar yang kita tetapkan saat merelakan diri untuk menjalani sebuah derita. Mark Manson menceritakan seorang Gitaris yang didepak secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas dari band yang terkenal tahun 80-an. Metalica. Gitaris itu  adalah Dave Mustaine. Dave Mustaine berniat balas dendam dengan mendirikan band Heavy Metal baru, Megadeth. Megadeth sukses menjual 25 juta copy album dan Dave Mustaine dianggap membawah pengaruh baru dalam dunia musik metal.
Namun saat diwawancarai di tahun 2003 Dave Mustaine mengaku bahwa dirinya belum bahagia. Pasalnya Band terdahulunya berhasil menjual 180 juta copy album dan dia hanya mampu menjual 25 juta copy. Ketidak bahagiaan Mustaine sangat ironis untuk musisi yang berhasil menjual 25 juta copy album dan mempunyai jutaan fans. Nilai yang ditetapkan Dave adalah bisa menyamai metalica dan dia terus-terusan menyaiti dirinya dengan nilai yang dia tetapkan sendiri. Cerita Dave dan Merry teman SMA saya sebenarnya agak mirip.
Dulu, standar nilai yang saya tetapkan adalah diterima banyak orang. Menjadi disukai banyak orang dengan harapan orang lain juga akan membantu saya suatu hari jika saya butuh.Tanpa sadar standar nilai yang saya tetapkan ini akhirnya menyakiti saya sendiri. Saya memperhatikan apa yang tidak disukai kenalan-kenalan saya dan mengatur sikap agar mereka tidak terganggu. Saya berusaha menyenangkan banyak orang agar saya disukai tapi akhirnya orang lain tidak tahu batas.
Setelah saya membuang jauh-jauh sebuah standar untuk diterima dan disukai banyak orang saya menjadi blak-blakkan, berbuat baik tanpa memikirkan imbalan, punya sedikit teman yang tahu saya luar dan dalam dan tidak menjadi populer. Tapi saya bahagia dalam ketidakpopuleran karena dalam keadaan seperti itu saya lebih banyak waktu memikirkan hal-hal yang saya sukai.
Sekarang, nilai standar yang saya tetapkan dalam hampir semua hal sederhana saja, dan itu justru membahagiakan saya. Dan, kebahagiaan justru datang dari standar yang sederhana itu.
5. Anda Selalu Bisa Memilih
Saya pikir pada Bab ini Manson mau bicara tentang masalah dan reaksi kita. Pilihan bukan terletak pada masalahnya, karena kita tidak akan pernah bisa memilih masalah yang akan menimpah kita. Pilihan terletak pada reaksi kita terhadap masalah.
Jika kita menerima masalah dengan baik, secara alami kita akan menenangkan pikiran terlebih dahulu lalu memikirkan jalan keluarnya. Sebaliknya kalau kita berusaha menolak masalah kita akan berpikir kalau kita adalah korban dari takdir dan terus meratap tanpa melakukan apa-apa.
Jujur, saya adalah orang yang mungkin suka menolak masalah. Kalau ada masalah saya jadi Overthinking dan kadang bertanya, "Tuhan, kenapa Engkau menaruh saya dalam posisi ini?" Selanjutnya dalam proses menjalani masalah-masalah saya terus tersiksa secara mental dan psikologis. Lalu pada satu titik saya "Memilih" untuk melakukan perubahan salah satunya dengan membaca buku ini dan artikel-artikel pemulihan jiwa lainnya dengan harapan saya akan benar-benar berubah. Tentunya tidak ada cara instan untuk benar-benar berubah. Membaca dan mengerti esensi buku ini hanya langkah awal saja. Implementasinya adalah inti yang sebenarnya.
goodbye things dan sebuah seni untuk bersikap bodoh amat

Ngomong-ngomong soal "pilihan" saya sangat terkesan dengan pilihan yang dilakukan oleh Fumio Sasaki, penulis Good Bye Things (selamat jalan benda-benda) dan seorang minimalis yang ekstrim. Fumio Sasaki saat ini tinggal di sebuah apartemen sewa yang isinya sangat sedikit. Hanya barang-barang yang paling dibutuhkan saja. Saking sedikitnya barang-barang milik Fumio bisa di Pack dalam waktu 45 menit saja. Sebelumnya Fumio Sasaki seorang kolektor buku, kaset dan kamera dalam apartemen yang sesak. Saat pindah kota Fumio membayar banyak untuk biaya angkut barang-barang. Kemudian Fumio menyadari kalau sebenarnya dia tidak punya waktu untuk menggunakan semua benda yang dikoleksinya. Buku misalnya, dia tidak punya waktu untuk membaca semua buku yang dikoleksinya. Lalu Fumio Sasaki memilih untuk hidup minimalis. Hasilnya dia menjadi sangat produktif karena waktunya tak tersita untuk memikirkan benda-benda yang dimilikinya. Dia juga jadi punya banyak waktu untuk berolahraga dan traveling. Ada ketenangan jiwa yang didapatkan Fumio dalam kesederhanaannya. Bicara soal kesederhanaan hidup, Fumio Sasaki adalah panutan saya. Semoga suatu hari saya mendapatkan ketenangan batin dan jiwa seperti Fumio Sasaki. Tentunya saat "Memilih" untuk hidup minimalis ada hal yang harus dikorbankan Fumio. Jelas, dia harus melepas barang-barang yang disukainya dengan mengobralnya. Masalah kan kalau barang yang dulu dibeli mahal sekarang harus diobral? Katanya dia sudah menyingkirkan 90% barang-barangnya artinya menyingkirkan 900 dari 1000 barang. Berat kan? Jelas saja berat. Pilihan yang diambil Fumio awalnya pasti menimbulkan perang batin. Tapi setelah itu Fumio mengaku kalau dia tidak merindukan satupun barang yang sudah dia singkirkan.
6. Anda Keliru Tentang Semua Hal (Tapi, Saya Pun Begitu)
Mark Manson membuka bab ini dengan beberapa petikan pernyataan diantaranya
"Ketika bocah saya pikir abang saya telah menemukan jalan rahasia di rumah Nenek karena dia bisa meninggalkan rumah tanpa harus meninggalkan rumah (spoiler alert : di situ ada jendela)"
"Saat Remaja, saya mengatakan kepada semua orang bahwa saya tidak memedulikan apapun, padahal kebenarannya saya terlalu peduli. Orang lain mengatur hidup saya tanpa pernah saya ketahui."
Lalu Mark Manson pada paragraf berikutnya menarik sebuah kesimpulan,
Setiap langka dalam hidup saya ternyata keliru tentang semua hal. Sepanjang hidup saya, saya keliru menilai diri saya, orang lain, masyarakat, budaya, dunia, alam semesta-semua hal. 
Dan saya berharap itu  akan terjadi di sepanjang hidup saya.
Tahun 2005 adalah tahun pertama saya di Bangku SMA, tepatnya di SMA SEDES Sapientiae Bedono, Semarang. Saya jadi suka pelajaran agama karena gurunya adalah Bapak I Wawang Setyawan yang sering membubuhi pelajarannya dengan filsafat yang ringan dan muat untuk ukuran otak remaja yang rata-rata berumur 15 tahun. Suatu hari Pak Wawang bertanya, "Apa yang abadi di dunia ini?" lalu dijawab sendiri katanya, "Tak ada yang abadi selain perubahan!"
Yup. Apa yang diyakini hari ini akan berubah suatu hari nanti, apa yang benar hari ini mungkin akan dianggap keliru suatu hari nanti.
Karena manusia ditakdirkan untuk terus belajar dan belajar. Perjalanan dari salah menjadi benar hanya ilusi. Yang ada hanyalah perjalanan dari salah menjadi sedikit salah, mendekati benar, semakin mendekati benar.
Buku Fumio Sasaki dan Buku ini sebenarnya tidak punya kolerasi (saya membeli keduanya bersamaan). Karena pada Bab ini membahas tentang kekeliruan maka saya ingin membahas tentang kekeliruan yang pernah dilakukan Fumio Sasaki. Sebelumnya Fumio Sasaki berpikir punya banyak barang akan menaikkan harga dirinya tapi ternyata tidak. Ruang geraknya menjadi sangat terbatas karena apartemennya disesaki barang-barang yang dibelinya dan parahnya dia tidak betul-betul menggunakan semua barang itu. Fumio Sasaki berpikir kalau mengoleksi buku dan film terbaru akan menjadikan dia keren karena dianggap jenius lalu punya banyak teman serta akan didewa-dewakan dalam komunitas. Tapi ternyata tidak juga. Justru setelah menyingkirkan barang-barang, Fumio Sasaki punya waktu yang melimpah ruah untuk berpikir dan berpikir. Dia menjadi sangat produktif saat tidak punya apa-apa. Fumio Sasaki tidak lagi merasakan depresi yang dulu sering dia alami.
Itulah yang saat ini diyakini Fumio Sasaki tentang gaya hidup minimalis. Tampaknya sempurna, tapi tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti akan muncul teori yang menganggap hidup minimalis itu keliru.
Jadi, kekeliruan diciptakan untuk memacu kita berubah karena seperti kata Guru agama saya di SMA Sedes, tak ada yang abadi di dunia ini selain perubahan.
 7. Kegagalan Adalah Jalan Untuk Maju
Mark Manson lulus kuliah pada tahun 2007 saat Amerika dilanda krisis ekonomi. Dia tidak sanggup membayar sewa apartemen walaupun sudah patungan dengan beberapa temannya. Mark terpaksa berhutang sambil mencari pekerjaan tetap. Saat itulah dia mulai membuat satu blog tentang tips berkencan. Prinsip Mark hanya "mulai lakukan sesuatu". Dia tidak punya bayangan akan bagaimana akhir dari blognya. Mark benci disuruh-suruh makanya dia berniat memulai bisnis internet yang bisa dia lakukan dimana saja dan kapan saja. Dia jadi pengangguran yang tidak punya apa-apa di usia 25 tahun tapi bodo amat dengan semua itu. Selanjutnya Mark benar-benar menghasilkan sesuatu dari blognya. Dia bisa berkeliling ke berbagai negara dan tetap bekerja dimanapun dia berada. Hingga akhirnya dia bisa menulis buku ini yang menjadi masuk dalam list buku paling laris versi New York Times.
Jika ukuran sukses mengikuti standar duniawi seperti membeli rumah dan mbil bagus kita akan menghabiskan puluhan tahun bekerja untuk mendapatkan hal itu, tapi setelah berhasil mendapatkannya rasanya biasa saja. Kita akan fokus ke masalah yang baru lagi. Penyakit misalnya karena kita sudah mulai tua. Jadi menurut Mark kegagalan sejatinya adalah sesuatu yang akan menuntun kita melakoni hal yang kita sukai agar kita bekerja dengan kegembiraan karena menyalurkan hobbi. Untu hasilnya itu belakangan.
Di tengah Bab Mark menulis,
"Pada tahun 2008 setelah bekerja seharian penuh selama 6 minggu, saya keluar dari pekerjaan saya dan memulai satu bisnis online. Pada saat itu, saya benar-benar buta akan apa yang akan saya kerjakan, tetapi saya tahu, andaikata saya bangkrut dan berakhir menyedihkan, setidaknya saya bekerja sesuai keinginan saya." 
8. Pentingnya Berkata Tidak
Waktu SMP saya membaca artikel tentang  3 kepribadian Submisif, Asetif, dan agresif. Dari uriannya saat itu juga saya menyadari kalau saya ini termasuk submisif dan itu dinilai kurang baik. Sumbmisif itu adalah orang yang setuju pada pendapat orang lain agar tetap harmonis dengan orang itu walaupun dia sendiri tidak setuju. Ujungnya menyiksa diri sendiri karena yang terjadi tidak sesuai kata hati. Terobsesi untuk menjadi asertif tapi ternayata tidak gampang. Tapi lama-lama saya menjadi sedikit asertif. Kadang total mengabaikan orang yang tidak suka sama saya membuat saya bangga.
Saya tidak terlalu bergabung ke satu komunitas secara intens karena saya takut kehilangan "me time". Walaupun sendirian menjadi candu tapi adakalanya rasanya tidak enak. Tapi, jujur saya tidak cocok dengan banyak orang dan itu saya terima dengan iklas. Mungkin saya memang diciptakan menjadi seorang introvert.
Selama ini teman yang benar-benar kenal saya luar dalam cuma ada 2 orang. Sebagian "kenalan" saya tidak benar-benar mengenal saya. Bahkan yang pernah menjalin hubungan khusus dengan saya sebenarnya tidak mengenal saya.
Dulunya saya berbuat baik agar disukai banyak orang tapi sekarang diterima banyak orang bukanlah standar yang ingin saya tetapkan dalam hidup. Sekarang saya berbuat baik kepada orang lain karena kesadaran manusiawi bukan karena mengharap imbalan budi baik yang sama.
Saat SMA kakak senior kami memesan jaket untuk satu angkatan. Di mata saya jaket itu bahannya sangat jelek dan saya tidak mau memakainya. Yang lain merasa wajib membelinya karena itu jaket angkatan. Akhirnya saya menjadi satu-satunya yang tidak memakai jaket angkatan. Saya berhak tidak memakai apa yang saya tidak sukai. Sementara teman-teman angkatan bersungut-sungut sambil memakai jaket jelek itu, saya tetap melenggang dalam kemerdekaan tanpa jaket jelek itu walaupun setelah itu saya dimusuhi beberapa orang bersamaan beberapa orang memuji saya.
Menurut Mark Manson, Pengarang buku ini, sering berkata tidak artinya kita sangat peduli. Bukannya cuek dan tidak peduli. Saya setuju dengan Mark Manson. Dalam kasus jaket, saya terlalu peduli dengan kata hati saya. Dan, untuk benar-benar peduli 100% saya harus berkata tidak. 
9.  Dan Kemudian Anda Mati....
Mark Manson kehilangan sahabat sejatinya Josh di sebuah tempat rekreasi saat Josh terjun dari sebuah tebing. Mark sangat terluka karena Josh adalah satu-satunya teman yang dia percaya, yang mengenal Mark Manson luar dan dalam. Saat itu mereka masih berusia belasan. Kehilangan Josh membuat Mark terpukul lama dan sering merenungi kematian. Kematian Josh di usia muda akhirnya mebuka jalan semangat untuk Mark. Karena kematian dia lebih menghargai hidup dan memfilter hal-hal yang penting untuk hidupnya. Kematian Josh membuat dia menantang diri untuk membaca 50 buku non fiksi tentang pengembangan diri dan menjadi seorang blogger terkemuka.  
Kematian adalah sesuatu yang pasti,  kita tidak perlu merasa ngeri meikirkannya. Yang jadi masalah sebenarnya bukan kematian itu tapi adalah cara kita memanfaatkan waktu untuk hidup. Otak kita terlalu kecil untuk peduli semua sesuatu. Ada baiknya kita terlalu peduli pada beberapa hal saja dengan mengabaikan yang bisa diabaikan karena SUATU HARI PASTI KITA AKAN MATI. 






Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel