Fumio Sasaki, Goodbye Things, Menikmati Hidup Dengan Memiliki Sedikit Barang

Di postingan sebelumnya tentang penyakit fomo saya banyak menyinggung Fumio Sasaki seorang minimalis yang ekstrim. Dia hidup di apartemen kecil di Tokyo dengan tiga kemeja, empat celana panjang, empat pasang kaus kaki, dan sedikit benda-benda lainnya.
Sekarang kita akan mengulas buku yang dikarang Fumio Sasaki tentang hidup minimalis. Bukunya berjudul 'Goodbye Things' atau selamat jalan benda-benda.
Kalimat pembuka buku ini berbunyi, "Memiliki sedikit barang mempunyai sukacita tersendiri," sekaligus menjadi intisari dari keseluruhan isi buku.
Minimalisme tidak mengajarkan kita untuk hidup bermiskin-miskin secara finansial tapi hidup minimalis mengajarkan kita mempertimbangkan apa yang benar-benar penting dan apa yang tidak penting. Tujuannya agar kita tidak menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk mengurus banda-benda mati melainkan menginvestasikan waktu kita untuk melakukan hal-hal yang kita sukai dan mungkin berguna bagi orang banyak. Contohnya saja founder facebook Mark Zuckerberg yang mengenakan kaos abu-abu setiap hari atau Steve Jobs yang  cuma punya furnitur pokok dalam ruangannya, Mahatma Ghandi yang hampir tidak punya apa-apa dan Bunda Theresa yang hanya meninggalkan tas kecil berisi sari dan beberapa potong baju saat dia meninggal. Mereka adalah contoh orang-orang hebat yang hidup minimalis. NOTE! Saya bukan seorang minimalis, saya hanyalah pengagum konsep minimalis yang ingin punya keberanian untuk menjadi minimalis, suatu hari nanti.....

Fumio Sasaki Sebelum Menjadi Minimalis
Sebelum menjadi minimalis Fumio adalah seorang maximalis yang ingin memiliki ini itu melakukan ini itu dan selalu merasa kekurangan karena terus menerus membandingkan diri dengan orang lain yang dia anggap lebih sukses darinya. Pola pikirnya mempengaruhi caranya menghabiskan uang, kebiasaannya, dan akhirnya dia menjadi depresi berat. Fumio stress setiap kali akan ke kantor atau memulai harinya. Ketika pindah dari Nakagemuro ke Fudomae yang jaraknya tidak terlalu jauh Fumio menghabiskan tabungannya untuk proses pindah karena memiliki banyak sekali barang-barang. Dalam bukunya fumio mengaku kalau dia menimbun pernak-pernik yang dia pikir akan membuatnya kelihatan menarik seperti buku-buku yang hanya dibaca selembar dua lembar setelah itu disimpan, lemari pakaian yang sesak berisi pakaian yang hanya dia kenakan beberapa kali setelah itu disimpan lama karena kalau dibuang sayang harganya mahal, benda-benda untuk menyalurkan hobi seperti gitar lengkap dengan pengeras suara, buku-buku bahasa inggris, kamera antik yang tidak pernah digunakan dan lain sebagainya. Kenyataannya Fumio tidak bisa bekonsentrasi pada satu hal. Benda-benda penyalur hobi dia tinggalkan (bukan dibuang)  karena bosan. Akhirnya dia merasa bersalah karena tidak bertanggungjawab pada benda-benda yang dia kumpulkan dan telah menyesaki apartemennya yang kecil. 
Di sisi lain Fumio selalu membandingkan diri dengan teman-temannya yang sukses dan memiliki kehidupan yang layak. Akhirnya dia mengutuk dirinya sendiri yang dia anggap payah. Fumio membenci dirinya sendiri. Saat pulang kerja dia bingung kegiatan apa yang ingin dia lakukan. Membaca buku? Bermain gitar? Mengurus kamera? Atau membereskan ruangan yang selalu berantakan? Karena bingung akhirnya Fumio memutuskan untuk minum-minuman keras yang perlahan menjadi kebiasaan buruknya setiap malam. Akhirnya dia menarik kesimpulan bahwa sebenarnya semua benda yang dia punya dan mungkin semua orang lain punya hanya menghabiskan waktu, energi dan kebebasan.

Sebuah Titik Balik
Tyler Durden dalam film Fight Club berkata, "Barang yang kau kuasai akhirnya ganti menguasaimu,".
Karena kewalahan Fumio mulai menyingkirkan barang satu per satu sehinnga dia lebih leluasa dan perlahan mulai bahagia. Punya sedikit barang tapi bahagia terkadang susah dinalar tapi begitulah kenyataan yang dialami Fumio dan mungkin semua penganut minimalisme. Ada 15 jenis barang yang dibuang Fumio contohnya semua buku termasuk rak buku yang harganya kira-kira 130 juta rupiah yang dia jual seharga 2,5 juta saja, alat pemutar musik dan koleksi CD berbagai jenis musik yang dia koleksi untuk membangun citra bahwa dia adalah pecinta musik sejati, meja kerja,meja makan, TV 42 inch yang terlalu besar untuk ukuran apartemennya, dan masih banyak lagi benda-benda yang dia singkirkan. Setelah benda-benda itu tidak ada akhirnya Fumio melakukan refleksi dalam apartemennya yang sudah tidak sesak lagi. Dia menyadari bahwa selama ini dia terus-terusan membeli barang agar dia lebih dilirik oleh orang lain dan walaupun dia terus-menerus membeli barang, dia juga merasa terus kekurangan. Yang mengherankan setelah berpisah dari barang-barang yang dia singkirkan, dia tidak merindukan satupun dari mereka. 

Hari-Hari Fumio Setelah Menjadi Minimalis
Dalam salah satu bab, Fumio mengutip ucapan Steve Jobs yang berkata, "Waktumu terbatas, jangan menyia-nyiakannya dengan menjalani hidup menjadi orang lain."
Sejalan dengan perubahan yang dia alami setelah menjadi minimalis, Fumio jadi punya banyak waktu. Dulunya Fumio bisa menghabiskan waktu seharian keluar masuk toko untuk mencari kemeja yang sempurna, tapi setelah menjadi minimalis dia tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk hal semacam itu, untuk beberes rumah juga tidak butuh waktu lama karena tidak banyak barang-barang yang berceceran. Saat pindah apartemen untuk kedua kalinya Fumio hanya menghabiskan waktu 30 menit untuk mengeluarkan semua barang. Dulunya dia bisa menghabiskan waktu 30 menit hanya untuk memilih pakaian. Dia juga tidak punya waktu untuk bermalas-malasan sekarang. Dulunya, di hari libur Fumio bisa menghabiskan waktu satu hari penuh bermalas-malasan di tempat tidur karena enggan membereskan kamarnya yang super berantakan, akhirnya dia berpikir daripada capek mending dia bermalas-malasan saja di tempat tidur. Tapi sekarang kalau ada sesuatu yang tidak beres di ruangannya bisa dia tangani seketika, tak ada pekerjaan yang menumpuk dan akhirnya dia lebih leluasa menggunakan waktu untuk kepentingan yang lain. Psikolog Tim Kasser memang mengatakan kalau penambahan waktu membuat kita lebih bahagia, hasil itu tidak didapat di penambahan barang.
Banyaknya waktu juga relate dengan kebebasan. Bebas untuk bergerak, bebas untuk memilih gaya hidup, dan merdeka dari citra diri tertentu yang ingin kita bangun. Fumio berkata, "Saya tidak lagi menyimpan keinginan khusus terhadap sesuatu. Mungkin kedengarannya aneh, tapi perasaan tidak menginnginkan apa pun sebetulnya sangat luar biasa."

Kiat ala Fumio Untuk Memulai Hidup Minimalis
Fumio menulis 55 kiat menjadi minimalis tapi sebenarnya ada beberapa poin yang saling berkaitan satu sama lain jadi saya tidak akan mengulas semuanya, hanya poin-pin yang saya anggap penting dan menarik. 
  • Buang jauh-jauh pikiran kalau kita tidak mampu membuang barang. Konon katanya ketidak berdayaan kita membuang barang bukanlah bawaan lahir, dari kecil yang terjadi dan yang kita lihat adalah kebiasaan menyimpan barang. Yang belum kita punya adalah kebiasaan, "membuang barang...". Kita perlu memiliki keberanian membuang barang untuk merasakan keleluasaan. Perlahan kebiasaan baik kita akan tumbuh dengan mengurangi segala hal yang berlebihan.
  • Minimalisme memang tidak muda tapi tidak mustahil. Menurut Baruch, filsuf Belanda ketika seseorang mengatakan, 'mustahil, berarti orang itu sudah memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu walaupun dia ingin melakukannya. Begitu juga dengan hidup minimalis, jika betul-betul ingin hidup minimalis jadikanlah keinginan itu sebagai priotitas utama.
  • Barang bagaikan teman sekamar, tapi kita yang membayar sewa tinggalnya. Semua orang menginginkan hunian yang lapang. Namun karena keinginan memiliki benda-benda ruang yang seharusnya lapang menjadi penuh terisi. Padahal benda tidak ikut membayar biaya hidup kita dan keluarga, tidak juga ikut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah dan malah menambah beban karena harus diurusi.
  • Bayangkan toko sebagai gudang pribadi. Jika kita butuh apa-apa secara tiba-tiba semuanya ada di toko dan toko menyambut kita dengan senang hati setiap saat. Jadi sebenarnya tidak perlu membangun gudang sendiri di rumah dan mengisinya dengan banyak benda-benda. Rumah juga bukannlah museum, jadi buat apa menyimpan benda-benda yang membangkitkan memori. Menyingkirkannya tidak akan menyingkirkan kenangan itu sendiri.
  • Tidak perlu membeli karena murah, tidak perlu mengambil karena gratis. Barang murah dan gratis juga punya resiko, resiko bahwa barang itu akan menempati pikiran kita, dan kita harus mengerahkan pikiran dan tenaga untuk mengurusinya.
  • Tak ada satu barang pun yang akan membuat kita menyesal setelah kita membuangnya. Fumio mengaku yang tersisa dari barang-barang yang telah dia buang hanya 5% saja. Artinya dia telah menyingkirkan 950 dari 1000 barang. Dan dia tidak merindukan satupun barang, bahkan dia tidak bisa mengingat dengan detail barang apa saja yang dia sudah buang.




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel