Pantai Ora Maluku Tengah

Saya dan Ibu Tiur di Ora Eco Resort
Pantai Ora adalah destinasi yang terletak di Maluku Tengah di Kepulauan Seram. Butuh perjuangan untuk bisa sampai ke tempat ini. Tanggal 19 Agustus 2019 saya dan Ibu Bos, Ibu Tiur memutuskan untuk travelling ke Pantai Ora tanpa memakai agen perjalanan biar hemat. Terbilang nekat, karena dua-duanya perempuan dan dua-duanya baru akan menginjakkan kaki  untuk pertama kalinya di Tanah Maluku. Belum lagi drama yang mewarnai perjalanan kami ke sana.
Pesawat Sriwijaya Air dari Manokwari ke Sorong delay selama 7 jam sehingga Pesawat Sriwijaya Sorong-Ambon tidak terkejar. Belum lagi pada tanggal 19 terjadi kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Saat mendarat di Sorong kekacauan terjadi tepat di Bandara Domine Edward Osok. Kaca-kaca dipecahkan dan beberapa mobil dibakar. Ribet mengurus pindah maskapai karena kerusuhan dan banyak sekali penumpang yang kebingungan bahkan histeris karena jadwal terbang menjadi kacau sementara customer service maskapai juga tidak bisa bersikap ramah lagi saking pusingnya melayani penumpang dengan masalah yang berbeda-beda. Akhirnya tiket dari maskpai wings rute Sorong-Ambon di tangan. Kami menginap semalam di salah satu hotel di Kota Sorong dalam suasana mencekam dan kawatir. Malam itu juga saya mendapat tlp dari maskapai wings kalau Bandara DME Sorong akan tutup selama 3 hari dan saya dianjurkan untuk membatalkan tiket. Saya menangis diam-diam karena sudah lama saya merencanakan perjalanan ini masa batal begitu saja. Ibu Bos tidak tahu karena saat mengurus pindah maskapai kontak saya dan belaiu jadi satu, jadi pihak wings hanya menelpon saya. Saya putuskan untuk tidak membatalkan tiket dan tetap merahasiakan telpon dari wings. Besoknya, tanggal 20 Agustus saya dan Ibu Tiur tetap ke Bandara. Daaan, status wings hari itu operate! Bandara tidak tutup! Saya senang sekali sampai-sampai tidak mempermasalahkan kenapa malam sebelumnya wings meminta saya membatalkan tiket.
Akhirnya kami mendarat di Bandara Pattimura Kota Ambon setelah Delay 5 Jam tanpa uang ganti dan makan. Kami menginap di salah satu hotel mitra Airy dengan harga miring. Dua hari kemudian, setelah sehari sebelumnya menjelajah Kota Ambon, kami menuju ke Pelabuhan Tulehu, yang letaknya masih di Kota Ambon untuk menyebrang Pelabuhan Amahai, yang terletak di Masohi, Ibu Kota Kabupaten Maluku Tengah. Di Masohi kami dijemput keluarga teman kantor yang kebetulan mempunyai usaha travel. Lalu dengan travel lanjut ke Desa Saleman dengan lama perjalanan sekitar 3 jam melalui hutan dan jalanan yang berkelok-kelok. Saat saya mulai bosan melalui jalan yang berkelok-kelok tiba-tiba di depan saya membentang satu penampakan alam indah rupawan (Cailee bahasanya, but, sungguh! ini keren dan indah banget). Rasa mual karena mabuk laut tiba-tiba hilang. Begitu juga rasa capek dan gondok saya kepada salah satu maskapai. 
Jejeran gunung kars yang langsung bersentuhan dengan laut, pantai membentang seperti pita putih sepanjang garis kaki gunung-gunung kars, dan di bawah sana , di ujung jalan tepat di tepi laut berjejer rumah-rumah penduduk yang jumlah bangunannya relatif sedikit dibanding pemukiman lain pada umumnya. Itu dia Desa Saleman yang tersembunyi di balik gunung-gunung kars. Pekikan burung-burung, semilir angin, dan cahaya matahari yang mulai pudar di Sore hari memberi kesan seolah Desa Saleman memancarkan aura permai dan magis secara bersamaan.  Aura Permai memberi pesan bahwa siapapun boleh saja datang ke sana dan aura magis  memberi pesan agar siapun yang datang tidak boleh macam-macam. Tidak ada yang memberi tahu seperti itu sih, saya hanya mendengar intuisi. Ibu Tiur dan saya langsung mengambil gambar di spot ini, kira-kira tingginya 20 kaki di atas permukaan laut. Jaringan di Desa Saleman lumayan bagus jadi kami langsung share foto-foto di group keluarga masing-masing. 
Desa Saleman dan Pantai Ora letaknya saling bersebrangan dengan jarak tempu sekitar 15 menit  menggunakan perahu bermesin. Penginapan yang paling terkenal di kawasan Wisata Ora adalah Ora Eco Resort. Untuk yang ingin menghemat biaya penginapan ini tidak direkomendasikan karena biayanya terlalu mahal untuk ukuran backpacker yaitu 800 ribu sampai 1,3 juta. Syukur kami mendapatkan penginapan di desa Saleman dengan harga 500 rbu per malam ditambah makan 3x sehari sebesar 150 rbu. Penginapannya berdiri di atas laut yang bening jadi kita bisa menggantungkan kaki dari teras sambil melihat ikan warna-warni dengan bentuk yang unik kejar-kejaran di bawah air. Penginapannya juga menghadap langsung ke salah satu sisi kars yang membuat saya rela bangun pagi-pagi untuk melihat matahari terbit di atas laut dari balik gunung kars. Satu kata. Apik!
Saat matahari terbit, saya bisa duduk sampai berjam-jam di teras melihat pemandangan itu sambil merenung kalau Ciptaan Tuhan Itu luar biasa! 
Menjelang siang kami menyewa perahu untuk mengelilingi Spot di sekitar Pantai Ora. Spot pertama yang dituju adalah Ora Eco Resort. Saya dan Ibu Tiur mengambil banyak gambar mulai dari yang formal sampai yang paling gokil di setiap sudut Ora Eco Resort. Harus diakui paduan bangunan cottage bernuansa Hawai dan pemandangan gunung dan laut, Ora Eco Resort adalah spot yang paling bagus untuk mengambil gambar.
"Usia boleh bertambah tapi semangat harus muda terus," Ibu Tiur
"Ini baru liburan!" kata Ibu Tiur. 
Setelah bosan berkeliling dan mengabil gambar di Ora Eco Resort kami menuju spot berikutnya yaitu Mata Air Belanda. Sama dengan Ora, pantainya sangat putih dan airnya sangat bening. Ikan-ikan warna-warni berkejaran di sekitar kaki kami. Yang unik dalah dari bawah kaki tebing batu mengalir mata air tawar yang jumlahnya ada beberapa sepanjang garis pantai. Air dari mata air terasa dingin di kulit. Kami juga mengambil beberapa gambar di sini dengan hasil yang luar biasa. Bukan karena kameranya tapi karena objeknya. 
"Serasa pantai pribadi ya, Bu!" kata saya karena kami datang bukan di saat musim liburan jadi suasananya sepi.
Pengelola penginapan mengantarkan makan siang beberapa jam kemudian. Makan siang di tepi pantai yang cantik itu enak sekali. Saya bertanya-tanya, kapan lagi yah bisa merasakan yang seperti ini.
Pantai di Mata Air Belanda
Setelah makan siang kami berenang di sekitar tebing batu yang dipenuhi ikan-ikan, terumbu karang dan koral. Airnya sangat jerni dan pasirnya sangat putih. Setelah bosan berenang kami balik ke penginapan. Sepanjang perjalanan agak gerimis.
Setelah sampai di penginapan saya untuk pertama kalinya melihat pelangi setengah lingkaran penuh dari desa Salemen hingga horizon. Beberapa kawanan burung putih terbang di lengkungan pelangi dan entah kenapa saya setengah merinding melihatnya. Seolah Tuhan sedang berdiri sejangkal dari tempat saya berdiri. 
Menjelang magrib, kami diajak pengelola penginapan melihat Burung Lusiala yang muncul dari  gua lalu terbang menuju laut. Tepat saat Azan Magrib kira-kira pul 18.30 Burung Lusiala yang jumlahnya ratusan ribu bahkan jutaan keluar membentuk formasi pita hitam panjang bergelombang di udara. Luar biasa! Katanya spesies Burung Lusiala ini hanya ada di Saleman.
Kami kembali ke Ambon keesokan harinya dengan rute yang sama saat kedatangan. Pantai Ora dan orang-orangnya meninggalkan kesan yang suit dilupakan. Alam Maluku sungguh indah! Saya yakin Ora hanya salah satunya.
Terima kasih buat Ibu Tiur yang berenergi dan sangat gokil selama perjalanan. Teringat saat Ibu Cetar ini mengagetkan penumpang yang suntuk karena delay dengan berteriak, "Wings Ambon! Wings Ambon!" semua penumpang kaget mengira pesawat wings jurusan ambon sudah boarding. Kekocakan yang tidak terlupan! Sehat selalu ya Bu. Semoga kita bisa jalan-jalan lagi. Amin.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel